
Inilah harga Mahal Perang Irak, 461 ribu
rakyat Irak terbunuh, hampir setengah juta
jiwa. Menurut studi jurnal terbaru yang
ungkap jurnal PLOS Medicine, diperkirakan
461 ribu rakyat Irak terbunuh antara Maret
2003 hingga Juni 2011, sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari
pertempuran. Studi tersebut mengungkap sebagian besar
korban terbunuh akibat kekerasan.
Sepertiganya akibat tidak langsung dari
perang seperti sistem pelayanan kesehatan
yang lumpuh bahkan hancur lebur, dan
kurangnya pasokan barang-barang kebutuhan penting, juga buruknya sanitasi. Seperti dimuat Daily Mail (16/10) untuk
kematian akibat kekerasan didominasi
tembakan senjata, yakni mencakup 62
persen. Bom mobil 12 persen, sementara 9
persennya adalah ledakan lainnya. Untuk
penyebab kematian non-kekerasan, penyakit jantung mendominasi. Data angka tersebut disusun oleh tim peneliti
di Irak dan AS, yang dipimpin Amy Hagopian,
dari University of Washington. Didasarkan
pada survei 2.000 rumah tangga di Irak
antara Mei dan Juli 2011. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding laporan
lembaga Iraq Body Count yang mencatat
terdapat 112 ribu penduduk sipil terbunuh.
Yang pasti, jumlah korban terus bertambah,
mengingat hingga saat ini lingkaran
kekerasan di Irak terus terjadi. Inilah harga mahal yang harus dibayar diam
dunia terhadap kejahatan kapitalisme
Amerika. Berlindung dibalik perang melawan
terorisme yang penuh konspiratif, tudingan
senjata pemusnah masal yang sarat dusta.
Termasuk berlindung di bawah tabir asap menyebarkan demokrasi dan
menumbangkan rezim diktator. Semua perang atas nama ini, menutupi motif
sebenarnya dari Amerika yang sangat jelas,
merampok kekayaan alam Irak. Kejahatan
inipun seakan menjadi legal, ketika
tindakan-tindakan Amerika mendapat
legitimasi PBB yang menjadi alat politik penjajahan negara-negara Barat. Kesuksesan Amerika melakukan
pembantaian masal di Irak juga tidak lepas
dari peran media masa mainstream di Barat
yang secara sistematis membangun opini,
cerita bohong, propaganda sebagai
pembenaran opini umum terhadap tindakan Amerika Serikat. Meskipun ada suara-suara
melawan arus dari media alternatif, namun
persekongkolan jahat media utama dunia
masih dominan. Terbunuhnya hampir setengah juta dari
rakyat Irak ini, tidak bisa dilepaskan dari
lemahnya dunia menghadapi politik standar
ganda. Sebagaimana kita ketahui, duniapun
mengetahuinya, Amerika adalah negara
yang paling hipokrit. Disatu sisi bicara tentang HAM , negara ini justru pelanggar
Ham nomor wahid dunia. Sebagaimana yang
terbukti dengan kasat mata terjadi di
penjara-penjara Guantanamo, Abu Ghraib,
dan penjara-penjara keji lainnya. Bicara demokrasi, namun dalam praktiknya
negara ini banyak melanggar prinsip-prinsip
utama demokrasi. Termasuk mendukung
rezim-rezim diktator yang melakukan
kejahatan terhadap rakyatnya sendiri. Hal yang kasat mata ditunjukkan Amerika ,
ketika mendukung pembantaian yang
dilakukan oleh rezim Fir’aun as Sisi di
Mesir. Sebagai bentuk dukungan
berkelanjutan negara Paman Sam itu
terhadap rezim diktator sebelumnya : Husni Mubarak, Anwar Sadat, hingga Jamal Abdul
Nasir. Inilah harga mahal dari mandulnya dunia
menghadapi politik eksepsionalis Amerika.
Pandangan narsis yang menganggap
Amerika adalah istimewa , karena itu dunia
harus memperlakukan negara penjajah ini
dengan istimewa pula. Dengan keistimewaan nya pula , Amerika membenarkan
kejahatan-kejahatannya. Anggapan narsis ini, tampak dari pidato
Obama pada tanggal 24 September 2013. Saat
itu Obama mengingatkan tentang
keistimewaan Amerika. Dia mengatakan
“Saya percaya bahwa pemisahan ini akan
menjadi suatu kesalahan. Saya percaya Amerika harus tetap terlibat dalam
keamanan kita sendiri, namun saya juga
percaya bahwa dunia menjadi lebih baik
baginya. Sebagian orang mungkin tidak
setuju. Namun, saya percaya Amerika adalah
istimewa. Sebagian dikarenakan kita telah menunjukkan kesediaan untuk melakukaan
pengorbanan dengan darah dan harta untuk
berdiri tegak tidak hanya bagi kepentingan
sempit diri kita sendiri, namun juga bagi
kepentingan semua orang” Karena istimewa, Amerika pun merasa
selalu benar untuk melakukan
kejahatannya. Keistimewaan ini menjadikan
negara ini seolah-olah sah-sah saja
melakukan kegiatan mata-mata terhadap
negara lain termasuk warganya sendiri. Seperti yang dibongkar oleh mantan agen
CIA, Edward Snowden. Dengan program
rahasia PRISM, sebuah program pengawasan
elektronik rahasia, dinas intelijen Amerika
NSA, bisa mengakses jutaan email, pencarian
di web dan lalu lintas internet secara real- time. Dengan keistimewaannya ini, seolah
Amerika sah-sah saja melakukan kejahatan
keji yang dikenal dengan program rendisi
Global CIA. Amerika bekerjasama
melakukan sub kontrak penyiksaan dengan
rezim buas Suriah, Libya, Mesir dan Uzbekistan. Report setebal 213 halaman dari
Open Society Justice Initiative (OSJI) pernah
mengungkap hal itu. Dengan keistimewaannya ini, Amerika
berhak memiliki lebih dari 70 ribu hulu ledak
nuklir. Jumlah yang masih lebih besar kalau
total hulu ledak nuklir negara lainnya di
dunia. Termasuk, hanya Amerika yang
pernah menggunakan senjata pemusnah masal, bom atom yang dijatuh di Hiroshima
dan Nagasaki dengan korban tewas lebih
dari 220 ribu orang. Keistimewaan Amerika berlanjut dalam
perang Vietnam. Negara brutal ini –
mengklaim legal- menggunaan bom Napalm.
Sebuah bom kalau meledak akan
menciptakan percikan api yang menyala ,
menyebar ke segala penjuru dengan suhu hingga 5000 derajat. Pastilah akan memiliki
daya rusak yang besar. Anggapan narsis ini pula lah yang
membenarkan Amerika untuk menjatuhkan
bom-bom melalui pesawat tanpa awak
(drone) diberbagai kawasan negeri Islam
dengan alasan perang melawan terorisme.
Meskipun faktanya yang paling banyak terbunuh adalah anak-anak dan ibu-ibu yang
tidak terlibat langsung dalam perang.
Lembaga HAM dunia seperti Human Rights
Watch dan Amnesti Internasional secara
terbuka telah menyatakan sebagian
serangan pesawat tanpa awak drone AS termasuk tindakan kejahatan perang dan
melanggar hukum internasional. Sementara bagi kita, inilah harga mahal
ketika dunia Islam tunduk kepada sistem
kejahatan kapitalisme dengan sistem
demokrasinya. Harga mahal ketika umat
Islam bergabung, tunduk dan patuh kepada
organisasi-organisasi atas nama internasional seperti PBB yang sejatinya
merupakan alat penjajahan negara Barat. Inilah harga mahal yang harus kita bayar
ketika ditengah-tengah umat tiada lagi
memiliki Khilafah. Negara Islam yang akan
mempersatukan umat Islam, menerapkan
syariah Islam , dan melindungi umat Islam. Inilah harga mahal kalau umat Islam terus
tidak berdiam diri dan tidak berpartisipasi
dalam perjuangan menegakkan Khilafah
Islam . Tidak peduli terhadap kebengisan
penguasa-penguasa boneka di negeri Islam
yang menjadi alat yang mengokohkan penjajahan di negeri Islam. Dari sini semua, kita seharusnya bisa lebih
mengerti, kenapa para sahabat dan ulama-
ulama terkemuka, pemimpin imam
madzhab, sangat menekankan pentingnya
keberadaan Kholifah yang menjadi pemimpin
umat Islam yang melindungi umat. Bukan sekedar kewajiban tapi merupakan
a’dzomul wajibat (kewajiban paling
utama), bahkan disebut sebagai tajul furudh
(mahkota kewajiban). Akhirul kalam, tentang pentingnya
penegakkan Khilafah ini, Imam Ibnu
‘Abidin, di dalam Kitab Radd al-Muhtar
(IV/205) berkata:…Mengangkat seorang
imam (khalifah) itu termasuk kewajiban
yang paling penting karena banyak kewajiban syariah bergantung kepada
dirinya. Oleh karena itu, Imam an-Nasafi
dalam Kitab al-‘Aqa-id an-Nasafiyyah
berkata, “Sudah menjadi keharusan atas
kaum Muslim adanya seorang imam untuk
melaksanakan hukum-hukum syariah; menegakkan hudud; memperkuat benteng-
benteng, membentuk pasukan; mengambil
zakat; mengalahkan para pemberontak,
mata-mata musuh dan para pembegal;
menegakkan shalat Jumat dan Hari Raya;
menerima kesaksian-kesaksian yang membuktikan atas hak-hak; menikahkan
orang-orang lemah dan kecil yang tidak
memiliki wali; dan membagikan ghanimah
untuk mereka.”(Farid Wadjdi)Hti